Minggu, 31 Juli 2011

PERGURUAN TINGGI SEBAGAI SALAH SATU KUNCI PENENTU PENINGKATAN DAYA SAING BANGSA


Globalisasi teknologi dan ilmu pengetahuan telah membawa paradigma perubahan baru pada budaya, politik dan tatanan kehidupan bermasyarakat. Globalisasi telah mempersempit ruang dan waktu sehingga informasi di bagian dunia mana pun dengan mudah dapat diperoleh dalam waktu yang singkat. Aliran produk teknologi dan tenaga kerja tidak lagi bersifat lokal. Agar keberadaan suatu bangsa tetap survive dan terjamin, maka bangsa tersebut harus memiliki daya saing terhadap bangsa-bangsa lain. Sebagai suatu bangsa, daya saing bangsa Indonesia pada situasi globalisasi ini masih rendah, termasuk kemampuan untuk bersaing dalam melakukan pekerjaan, proses produksi dan jasa secara efisien dan berkualitas, demikian juga dalam hal pemenuhan dan pemuasan pelanggan.  Pada dasarnya aspek kreativitas dan inovasi dalam sains (kualitas lembaga penelitian, kerja sama penelitian industri dengan perguruan tinggi, serta ketersediaan ilmuwan dan ahli teknologi), teknologi dan seni merupakan pemicu dari daya saing bangsa. Namun demikian aspek-aspek sosial, budaya, dan politik berpengaruh pula karena perkembangan sains, teknologi, dan seni memerlukan tingkat tertentu dalam ekonomi, social cohesiveness, kestabilan sosial politik serta kesadaran hukum.

Menurut Laporan Pembangunan Manusia (The National Human Development Report) tahun 2004 yang dipublikasikan oleh UNDP, Indonesia menempati urutan ke 111 dari 177 negara dalam hal indeks pendidikan (education index), yaitu terendah di antara negara-negara ASEAN di luar Indochina. Sejalan dengan perbaikan kondisi makro ekonomi yang lebih sehat dan indikator-indikator pendidikan yang lebih baik, berdasarkan data Growth Competitiveness Index (GCI) 2010, Indonesia menempati posisi ke-44 dari 139 negara atau naik sepuluh peringkat dibandingkan tahun lalu.

Kenaikan terlihat pada pilar Kesehatan dan Pendidikan Dasar dari rangking 82 dengan skor 5,2 pada 2009-2010 meningkat menjadi rangking 62 dengan skor 5,8 pada 2010-2011. Sementara pada pilar Pendidikan Tinggi dan Pelatihan rangking Indonesia naik dari 69 dengan skor 3,9 pada  2009-2010 menjadi rangking 66 dengan skor 4,2 pada 2010-2011. Kenaikan juga terlihat pada pilar Inovasi yaitu dari rangking 39 dengan skor 3,9 pada 2009-2010 menjadi rangking 36 dengan skor 3,7 pada 2010-2011.

Uraian di atas menunjukkan bahwa Pendidikan memegang peran sentral untuk meningkatkan daya saing bangsa. Semua pihak, pemerintah, swasta, masyarakat, kalangan pendidikan maupun non-pendidikan, dan lain-lain, perlu memberikan perhatian pada dunia pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan perlu dilakukan secara menyeluruh (total solution). Perhatian tidak hanya pada institusi-institusi atau lembaga-lembaga pendidikan dari semua jenjang, pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi, yang mencakup sumber daya maupun sumber daya manusia, tetapi kita juga harus memperhatikan bagaimana tingkat kesadaran masyarakat terhadap pendidikan. Tanpa adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan, fasilitas pendidikan sebaik apa pun tidak akan berfungsi dengan baik. Semua pihak perlu memberikan perhatian pada pendidikan, tidak hanya dibebankan pada kalangan pendidik saja.

Penguasaan sains dan teknologi merupakan keharusan bagi bangsa yang ingin mempunyai daya saing kuat di dalam percaturan antar-bangsa. Ketersediaan bidang studi yang dibutuhkan pasar domestik hingga yang menjadi trend bagi kebutuhan pasar global adalah sangat penting untuk mencapai kemandragunaan. Pencapaian Visi Pendidikan Indonesia 2025 atau Visi Indonesia Emas 2050 perlu menggabungan antara “kearifan lokal”, yaitu keunikan potensi SDA daerah dengan peningkatan kapabilitas SDM.

Oleh karena itu, sudah seharusnya PT (Perguruan Tinggi) yang kompeten di Indonesia mulai memikirkan perluasan akses pendidikan tinggi melalui pembukaan dan penyelenggaraan program studi yang visioner, “percepatan” sertifikasi Internasional dan memperkuat kerjasamanya dengan asosiasi profesi sebagai bagian dari penguatan jaringan maupun penguatan kompetensi lulusannya di era global, minimal untuk menghadapi tantangan eksternal kedepan dengan dimulainya liberalisasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai tahun 2015 antara Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Phillipines. Dengan kemandirian dan kemandragunaan, maka kita akan mampu menjadi “pemain” dipentas global, tidak sekedar penonton. Diperlukan dukungan secara sistemik dari Negara sebagai “fasilitator sistem” dan segenap komponen bangsa (akademisi, mahasiswa, politikus, pengusaha, masyarakat, dll) untuk bisa mencapai harapan tersebut.

Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe yang merupakan salah satu PT penyelenggara pendidikan vokasi berkeinginan memanfaatkan peluang dalam upaya peran serta meningkatkan daya saing bangsa melalui pembukaan dan penyelenggaraan program Studi baru Teknik Mesin Produksi dan Perawatan , karena program studi ini belum ada di Indonesia.

Tidak ada komentar: